Kamis, 25 April 2013

Coba Evaluasi Dulu Manfaat UN untuk Pendidikan Indonesia

JAKARTA, KOMPAS.com - Kisruh Ujian Nasional (UN) pada tahun ini ternyata membuat sejumlah profesor dan guru besar ikut angkat bicara. Menurut para guru besar ini, UN sebaiknya tak perlu diteruskan apabila tidak menunjukkan peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia secara signifikan.

Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Sunaryo, mempertanyakan apakah UN selama ini telah memberikan manfaat terhadap peningkatan kualitas pendidikan yang ada di Indonesia. Apabila UN memang berkontribusi besar dalam peningkatan kualitas pendidikan maka tidak masalah untuk dilanjutkan.

"Tapi ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Salah satunya adakah persamaan persepsi antara penyelenggara, pemerintah dan sasaran UN tentang UN ini," kata Sunaryo saat bertemu dengan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (24/4/2013).

Menurutnya, tanpa ada kesamaan persepsi ini maka UN tak akan berjalan sesuai dengan tujuan yang diusung oleh pemerintah. Pasalnya, selama ini UN dianggap pemerintah sebagai alat tolok ukur untuk meningkatkan kualitas pendidikan namun pada anak-anak yang menjalankan UN, ujian ini hanya dijadikan instrumen kelulusan yang ditakuti.

Hal lainnya adalah tidak adanya feedback dari penyelenggara dan pemerintah terhadap masukan yang selama ini muncul dari masyarakat. Tidak hanya itu, penyelenggara dan pemerintah juga tidak pernah mengumumkan ke publik hasil perbandingan UN jika memang disebut sebagai pemetaan.

"Feedback apa yang sudah diberikan. Barangkali belum ada feedback yang disumbangkan UN untuk peningkatan mutu pendidikan hingga saat ini," tandasnya.

Masukan yang baik

Menanggapi kedatangan para akademisi ini, Ketua MK Republik Indonesia (RI), Akil Muchtar, menyatakan saat ini, MK tidak dalam posisi untuk memberikan pandangan atau sikap terkait masalah ini. Namun demikian, Akil mengakui bahwa pertemuan ini memberi masukan kepada MK jika suatu saat harus mengeluarkan putusan atas pengaduan yang masuk tentang UU terkait UN.

"Sebenarnya kami tidak pada posisi memberi pandangan atau sikap. Karena semua materi yang masuk di MK ini berkaitan dengan Undang-undang dan harus diujimaterikan dulu. Jadi jika kami keluarkan sikap atau pernyataan sekarang tanpa uji materi maka akan jadi preseden," kata Akil.

"Kami menampung masukan saja dari stakeholder pendidikan. Kami terima semua masukan seluas-luasnya. Posisi MK sama dengan dosen dan masyarakat sipil. Jadi kembali lagi, suatu kebijakan tidak sesuai dengan undang-undang, maka bisa kita batalkan," imbuh Akil.

Namun, Akil membuka kesempatan jika para profesor dan para guru besar tersebut ingin memasukkan laporan karena melihat pelanggaran UU dalam penyelenggaraan UN tahun ini.
Editor :
Caroline Damanik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar